ARTIKEL

Tanam Hortikultura di Musim Hujan, Kendala dan Antisipasinya


Widodo Dripp

Sabtu,08 Oktober 2022

Tanam Hortikultura di Musim Hujan, Kendala dan Antisipasinya

1246

     

Ketersediaan air adalah aspek vital bagi budidaya pertanian. Dan hujan adalah penyedia air yang paling utama. Namun bagaimana jika musim hujan juga menjadi bumerang bagi tanaman dan menimbulkan masalah tersendiri?

Musim hujan merupakan kesempatan baik bagi kita untuk menanam padi. Namun tak sedikit pula yang memanfaatkan musim hujan untuk bertanam palawija dan hortikultura, terutama di lahan-lahan tegalan. Musim hujan memang paling dinantikan oleh para petani dan pekebun untuk melengkapi syarat tumbuh suburnya tumbuhan yang mereka tanam. Hujan bukanlah sekedar air yang tercurah dari langit ke muka bumi, namun di dalamnya juga terkandung berbagai partikel dan senyawa-senyawa kimia dalam konsentrasi beragam. Diantaranya sulfur yang berasal dari kepulan asap solfatara gunung-gunung berapi, karbon dioksida yang dihasilkan oleh trilyunan plankton di laut dan pepohonan di hutan. Tak hanya itu, terjadinya petir mengionisasi nitrogen dan oksigen di udara menjadi nitrat. Ditambah asap pabrik dan kendaraan bermotor yang mengandung partikel-partikel logam berukuran nano dan miliimikron naik ke udara menjadi polusi udara. Semua itu akan berakumulasi bersama butiran-butiran air yang membentuk awan. Ketika udara tak sanggup lagi menahan beban gumpalan awan yang telah menjadi mendung, maka turunlah hujan. 

Bagi lahan-lahan pertanian dan perkebunan, hujan memberikan manfaat yang signifikan yaitu mensuplai air sebagai kebutuhan vital tanaman terutama di lahan-lahan tadah hujan. Air hujan juga mensuplai nutrien alami berupa nitrat, sulfat, dan beberapa unsur mikro seperti silika, manganese, natrium, dan klorida. Namun di sisi lain air hujan juga bisa menimbulkan masalah bagi tanaman, seperti lahan kebanjiran, pH tanah dengan cepat menjadi asam, meningkatnya kelembaban lingkungan tanaman, tanah menjadi anaerob atau kekurangan oksigen, berkembangnya patogen dengan pesat, dan gangguan fisiologis tanaman. 

1. Kebanjiran

Banjir saat musim hujan makin sering terjadi terutama di pulau Jawa sejak tahun 2020. Hal ini akibat fenomena La Nina yang mempengaruhi suhu muka laut (SML) di samudera Pasifik yang menjadi lebih dingin di bawah normal dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum. Seperti halnya kekeringan, banjir juga berpotensi menyebabkan kegagalan panen terutama jika terjadi saat tanaman masih berusia muda. Oleh karenanya diperlukan upaya antisipasi sebelum memutuskan untuk menanam. Petani zaman kini sangat perlu sering memantau prediksi cuaca dari BMKG yang mudah diakses di internet maupu aplikasi mengenai perkembangan cuaca jauh hari sebelumnya. Jika memungkinkan untuk menanam, sebaiknya buatlah bedengan lebih tinggi, dan atur saluran-saluran pembuangan air semacam parit yang menuju sungai atau selokan. 

2. Peningkatan keasaman tanah (pH turun)

Pada musim hujan kelembaban tanah sangat tinggi bahkan cenderung basah. Pada kondisi ini konsentrasi ion hidrogen lebih banyak dibanding ion oksigen. Sebagian ion hidrogen akan berikatan dengan air atau H2O menjadi hidronium (H3O) sehingga tanah menjadi asam. Tanah yang asam ini berdampak buruk bagi tanaman jenis palawija dan hortikultura. Akar tanaman tidak mampu menyerap pupuk dengan baik. Beberapa unsur berbahaya bagi tanaman seperti aluminium (Al) yang mulanya terikat pada agregat tanah akan larut dan meracuni tanaman. Kation-kation yang dalam jumlah kecil bermanfaat bagi tanaman seperti ferrum (Fe) dan magnesium (Mg) juga akan larut dan menjadi racun pula bagi tanaman. Pada musim hujan sangat disarankan penggunaan dolomit dalam jumlah yang cukup yang ditebarkan pada bedengan untuk mengantisipasi penurunan pH tanah. 

3. Kelembaban lingkungan tanaman meningkat

Tanah yang basah dan terpapar oleh sinar matahari akan menimbulkan penguapan dan membuat lingkungan tanaman menjadi lembab. Kelembaban udara dengan suhu yang hangat ini menjadi suasana yang ideal bagi inkubasi spora patogen yang semula sudah bersemayam di permukaan tanaman terutama bagian daun yang lunak. Akibatnya jamur patogen berkembang dan menjadi penyakit bagi tanaman. Sebagai antisipasinya, mengatur jarak tanam menjadi lebih lebar di musim hujan dapat membantu mengurangi kelembaban dan memungkinkan sirkulasi udara lebih lancar. Hembusan angin akan lebih mudah menerobos rerimbunan tanaman dan mengusir udara lembab tersebut, menggantinya dengan oksigen. 

4. Tanah menjadi anaerob

Lahan yang selalu basah tidak memungkinkan oksigen untuk masuk ke celah-celah partikel tanah. Padahal oksigen juga sangat dibutuhkan bagi perkembangan akar berikut mikroorganisme yang menguntungkan bagi tanaman. Golongan mikroorganisme menguntungkan yang terdiri dari fungi, bakteri, archaea dan protista serta materi genetiknya dalam ekosistem tanah disebut mikrobioma. Pada lahan yang anaerob, keberadaan dan jumlah mikrobioma bermanfaat seperti bakteri nitrifikasi, azotobacter, rhizobium, trichoderma, gliocladium, mikoriza, dan PGPR (plant growth promoting rhizobacteria) tidak dapat berkembang. Sebaliknya mikroorganisme kelompok dekomposer atau pengurai lebih dominan dan bisa menjadi penyebab kebusukan akar. 

5. Berkembangnya patogen tanah

6. Gangguan fisiologis tanaman