Inilah Penyebab Sulitnya Mengatasi Serangan Jamur
Widodo Dripp
Sabtu,09 Maret 2019
“Obatnya palsu !”.
“Kualitasnya turun !”.
“Bahan aktifnya dikurangi !”
Begitu ungkapan yang sering saya dengar dari beberapa kawan petani yang mulai putus asa tatkala tanamannya tak kunjung sembuh dari serangan jamur patogen. Padahal tak kurang-kurang disemprot fungisida secara rutin, bahkan sudah beberapa merek dipakai dan dikombinasi. Ah, apa iya palsu? Apa iya kualitasnya atau kandungan bahan aktifnya dikurangi? Saya rasa tidak. Saya percaya kawan-kawan petani ini cuma bergurau.
Munculnya pertanyaan seperti pada judul di atas tentunya karena Anda sudah berupaya melakukan pengendalian dengan maksimal dan sesuai anjuran, diantaranya :
- Menggunakan produk fungisida dengan bahan aktif yang sesuai dengan sasaran.
- Sudah membaca dan mengikuti petunjuk aplikasi baik dosis maupun intervalnya.
- Sudah menggunakan produk perekat (untuk fungisida kontak), atau penembus (untuk fungisida sistemik)
- Tidak mencampur fungisida dengan lebih dari 3 macam jenis pestisida lain, dan setiap melakukan pencampuran dengan cara diencerkan terlebih dulu (tidak dalam kondisi pekat).
Namun kenapa serangan jamur masih terus menerus terjadi? Tentu ada sesuatu yang luput dari perhatian kita. Mari kita bahas dan luruskan ini bersama-sama di sini.
Pertama :
Coba sejenak kita perhatikan tanaman yang masih sehat di kebun, daunnya hijau, segar dan mulus. Sekilas tanaman itu baik-baik saja, dan akan aman-aman saja. Namun andaikata kita gunakan mikroskop untuk melihat bagian permukaan daun, mungkin anda akan dapat melihat spora-spora berukuran mikron yang merupakan benih fungi patogen menempel nyaman di permukaan daun. Spora-spora tersebut sedang dalam keadaan dorman atau tidur karena kondisi permukaan dimana mereka menempel dan lingkungannya belum memungkinkan untuk berkecambah. Seperti biji-biji jagung yang tercecer di tanah yang masih kering, tidak akan berkecambah selama tanah masih kering dan tidak diberi pupuk.
Ketika saatnya nanti kondisi lingkungannya sudah memungkinkan, spora-spora fungi tersebut akan pecah dorman, mengaktifkan haustorium atau “akar” yang menembus permukaan tanaman untuk menghisap nutrisi dari tanaman. Sejak itulah infeksi dimulai. Fungi tumbuh berkembang menginfeksi tanaman dan membajak nutrisi dari dalam tanaman. Pada titik tertentu perkembangan fungsi ini semakin tidak terkendali dan menimbulkan gejala dan dampak yang merusak sel-sel tanaman.
Tingginya kelembaban udara (udara yang basah dan hangat) dan faktor pH permukaan tanaman sangat membantu proses berkecambahnya spora fungi patogen. Kelembaban udara yang tinggi menyebabkan sel-sel tanaman menjadi turgid, sedangkan keasaman permukaan membuat dinding sel tanaman maupun cangkang spora fungi menjadi lunak. Spora lebih mudah “menetas” dan berkecambah, dan sel-sel tanaman yang melunak akan mudah ditembus oleh haustorium fungi. Kita bayangkan saja permukaan tanaman seperti tanah, sedangkan spora fungi adalah biji jagung. Ketika tanah basah dan lembab akan menjadi lunak dan biji jagung akan mudah berkecambah dan mengembangkan akar di dalam tanah untuk menghisap hara.
Darimanakah asal lapisan asam pada permukaan tanaman? Bisa dari air hujan terutama yang turun di malam hari dan embun.
Di daerah gunung berapi aktif, air hujan berpotensi mengandung asam sulfat (atau sulfid?), di daerah pinggir pantai mengandung asam klorida (HCl), sedangkan di wilayah-wilayah yang banyak petir terbentuk asam nitrat (atau nitrit?), dan di perkotaan padat kendaraan asam carbonic. Sehingga dikenal dengan istilah hujan asam yang bagi sebagian orang sensitif sering membuat kepala terasa pusing ketika kehujanan. Kalau hujan turun pada malam hari, esoknya senyawa asam berkolaborasi dengan carbon dan pencemar-pencemar yang ada di udara membentuk senyawa asam organik, plus debu-debu mikro yang melapisi permukaan daun tanaman. Seolah-olah permukaan tanaman jadi lahan subur bagi pertumbuhan spora jamur yang tadinya tak kasat mata.
Tanaman adalah suatu kebun mikro bagi fungi patogen. Dimana spora adalah benih yang tertanam, permukaan tanaman adalah media tumbuhnya dan fungi itu sendiri adalah tanamannya. Sedangkan tanaman yang lemah seperti tanah yang gembur dan subur bagi fungi. Senyawa-senyawa asam adalah pupuk dasarnya.
Lantas apakah penggunaan fungisida akan percuma? Tidak, namun kita harus tahu kapan, bagaimana, dan apa fungisida yang harus kita pakai. Saat tanaman masih tampak sehat dan belum muncul gejala serangan fungi patogen, gunakan fungisida preventif untuk mecegah atau mematikan fungi agar tidak berkecambah, biasanya berupa fungisida kontak. Namun ketika sudah tampak gejala infeksi gunakan fungisida kuratif untuk menghambat atau membunuh jamurnya.
Di tengah kita berupaya mengendalikan serangan fungi patogen dengan aplikasi fungisida, masih akan ada spora-spora pendatang, yang memanfaatkan celah waktu dimana efikasi fungisida mulai berkurang. Maka spora-spora akan berkembang cepat menjadi koloni baru yang terus menginfeksi selama kondisi permukaan tanaman masih seperti yang saya bahas di atas.
Langkah awal dalam melindungi tanaman dari fungi patogen adalah “mencurigai” adanya spora-spora yang terinvestasi di permukaan tanaman atau lingkungannya. Apabila di malam hari turun hujan, segera di pagi harinya semprot tanaman dengan bahan yang dapat mengurangi atau menetralisir keasaman pada permukaan tanaman. Anda bisa menggunakan KLINOP yang merupakan mineral aktif dengan kemampuan menyerap senyawa asam dan anion sekaligus memberikan lapisan pelindung berupa partikel mineral kationik yang mempersulit spora fungi berkecambah. Aplikasi KLINOP bisa menjadi upaya pencegahan sebelum spora aktif berkecambah, maupun spora-spora pendatang baru ditengah upaya pengendalian dengan fungisida.
Kedua :
Selain air hujan malam hari, penyemprotan pupuk daun yang bersifat asam juga berpotensi meninggalkan laoisan asam pada permukaan daun. Penggunaan pupuk daun memang tak bisa ditinggalkan karena penting untuk akselerasi pencukupan kekurangan hara secara cepat terutama pasca serangan hama / penyakit, tapi di sisi lain juga menguntungkan musuh tanaman (fungi). Maka dianjurkan menggunakan pupuk daun yang mempunyai kisaran pH antara 6,5 hingga 8. Beberapa pupuk daun yang direkomendasikan dan mempunyai kisaran pH tersebut diantaranya PRONUM (vegetatif), FOCUS K (generatif), dan untuk yang organik ORBIOS dan STARKA.
Ketiga :
Fokus para aplikator fungisida yang saya amati biasanya hanya pada tanaman. Padahal yang namanya spora ada dimana-mana termasuk di atas mulsa juga pada daun-daun yang sudah gugur di tanah. Spora yang dorman akan terbawa angin, kaki serangga, tangan manusia, percikan tetes hujan yang memantul mengenai daun, dan beberapa jalan lainnya. Alhasil mereka akan kembali lagi ke tanaman, dan begitu kondisi memungkinkanmereka akan kembali menyerang tanaman.
Saran saya sebaiknya penyemprotan fungisida kontak ditargetkan juga pada mulsa, permukaan tanah, syukur-syukur pada tanaman yang ada di sekitar tanaman kita. (Cukup yang berdekatan saja, tak perlu semuanya). Kalau ingin hemat pakailah bahan perata/pembasah atau surfaktan.
Keempat :
Pertahanan alamiah tanaman yang rendah ibarat benteng tanpa serdadu penjaga sehingga mudah ditembus oleh musuh. Selama fase vegetatif tanaman masih mampu mempertahankan diri terhadap penyakit dan kondisi ekstrim lingkungan dengan aktif membentuk senyawa fitoaleksin (semacam antibiotik yang dibentuk secara alamiah untuk menangkal serangan patogen dan tekanan luar). Ini karena beban metabolisme tanaman masih ringan. Begitu memasuki masa primordia bunga, beban metabolisme meningkat tajam, energi tanaman terukuras untuk mensintesis karbohidrat. Dan akan semakin berat manakala tanaman berada pada fase generatif. Kira-kira sama kondisinya dengan seorang wanita yang sedang hamil. Tanaman tak lagi optimal membentuk fitoaleksin. Itulah sebab mengapa serangan patogen lebih sering menggila di saat-saat tanaman mulai menjelang berbunga hingga bebuah. Akhirnya musuh yang sejak lama sudah bercokol dengan mudahnya menerobos. Ditambah lagi kondisi iklim yang tidak kondusif seperti saat peralihan musim pun turut memperlemah ketahanan tanaman. Inilah yang disebut faktor abiotik dan membuat metabolisme adaptif tanaman menjadi kacau.
Mempersiapkan daya tahan menjelang fase-fase kritis tersebut sangat membantu dalam upaya menekan perkembangan fungi patogen. Saran saya cukupi nutrisi terutama fosfat menjelang tanaman berbunga. Karena fosfat adalah bahan pembentuk adenosine tri-phosphate (semacam sumber energi bagi tanaman), agar cadangan energi tanaman mencukupi saat menghadapi tekanan luar (serangan hama penyakit dan cuaca).
Selain mencukupi cadangan energi, aplikasi kalsium berbentuk tepung tidak larut air juga sangat direkomendasikan. Kalsium merupakan salah satu komponen penting penyusun dinding sel tanaman. Dengan kecukupan kalsium dinding sel yang terbentuk lebih tebal dan kokoh sehingga menyulitkan haustorium fungi untuk menembusnya.
Satu hal lagi, kebiasaan mencampur berbagai produk fungisida dalam sekali penyemprotan, dan penggunaan dosis melebihi anjuran ditengarai menjadi penyebab melemahnya kemampuan tanaman membentuk fitoaleksin. Bisa pula terjadi tanaman anda selain melawan serangan patogen juga harus melawan fitotoksisitas racun pestisida yang berlebihan. Kadang kita mengira suatu gejala plasmolisis akibat serangan jamur itu adalah dampak dari serangan jamur itu sendiri. Bagaimana tips-tips mencampur pestisida yang benar, akan kita bahas pada artikel lain.
"Selamat berusaha ! Semoga setiap usaha kita memberi hasil sesuai harapan."
KATEGORI : |
---|
Wawasan & Edukasi |
Teknik Budidaya |
Kendala & Solusi |
Inspirasi & Rujukan |
ARSIP : |
---|
Desember 2018 |
Maret 2019 |
Januari 2020 |
Mei 2021 |
Desember 2022 |
PRODUK TERKAIT : |
---|
Tags : |
fungisida, jamur, fungi, spora, |
---|