Mengatasi Gejala Asam-Asaman pada Tanaman Padi
Widodo Dripp
Rabu,19 Desember 2018
Asam-asaman adalah suatu gejala dimana daun padi menguning kemerahan diawali dari ujung menjalar ke pangkal daun, tak lama kemudian mengering dan pertumbuhan macet. Ketika tanaman dicabut akarnya tampak berwarna cokelat seperti warna besi berkarat, mudah mengelupas dan sebagian membusuk. Jika terlambat ditangani dengan baik, pertumbuhan padi nantinya akan terhenti, anakan tidak terbentuk dan bisa berujung pada kegagalan tanam.
Sepintas asam-asaman ini mirip dengan gejala hawar daun maupun blast pada tingkat serangan tertentu, namun jika diamati terdapat perbedaan yang cukup jelas. Hawar daun yang disebabkan oleh bakteri xanthomonas oryzae dan blas karena jamur pyricularia oryzae diawali dengan munculnya bercak-bercak yang makin lama makin meluas dan menyebar sepanjang daun. Pada akar tidak ditemukan kerusakan. Sedangkan asam-asaman diawali dengan klorosis pada helai daun dan pada akar menampakkan kerusakan.
Fenomena asam-asaman ini sebenarnya sudah banyak dibahas pada berbagai tulisan. Kebanyakan menengarai bahwa faktor keasaman tanah yang meningkat (pH turun) yang menjadi penyebab sehingga muncullah istilah asam-asaman.
Asam-asaman biasanya terjadi pada musim tanam kedua (MT II) saat padi mulai membentuk anakan, atau kurang lebih umur 10 - 20 hari setelah pindah tanam. Awalnya hanya beberapa helai daun dalam satu rumpun menguning kemerahan, kemudian mengering, namun jika berlanjut dalam beberapa hari hampir semua daun dalam satu rumpun sudah mengering.
Apa sebenarnya penyebab gejala asam-asaman pada tanaman padi ini? Untuk mengetahui penyebabnya, terlebih dulu kita amati fakta yang melatarbelakangi munculnya gejala asam-asaman tersebut :
- Terjadinya pada tanaman padi MT 2 .
- Dampak kerusakan lebih besar pada sawah-sawah yang cara panennya dengan potong malai (tidak dibabat) dan jerami tidak dibawa keluar dari sawah.
- Gejala akan semakin parah setelah diberikan pupuk susulan terutama urea.
- Tidak ada tenggang waktu cukup lama antara panen MT I dengan penanaman MT II.
Mencukupi lahan sawah dengan bahan-bahan organik seperti sisa-sisa jerami memang sangat dianjurkan untuk memelihara kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Tetapi bahan-bahan organik tersebut harus sudah terdekomposisi atau terurai dengan baik. Dekomposisi bahan organik prinsipnya adalah menurunkan C/N rasio (perbandingan karbon dengan nitrogen) pada angka yang ideal yaitu 12 – 15, dimana angka tersebut mendekati C/N ratio tanah yang cukup dengan bahan organik dan layak ditanami. Bahan-bahan organik yang masih segar mempunyai C/N ratio yang masih tinggi (tergantung bahannya). Jerami dan batang padi mempunyai C/N ratio 50 – 70. Untuk menurunkan menjadi 12 perlu waktu pengomposan berbulan-bulan jika secara alamiah, atau berminggu-minggu jika dengan bantuan mikroba pengurai (dekomposer). Suasana yang dibutuhkan untuk proses dekomposisi ini adalah aerob atau memerlukan oksigen cukup.
Namun apa jadinya jika bahan-bahan organik berupa sisa-sisa jerami tersebut tidak mengalami dekomposisi terlebih dahulu? Dengan alasan mengejar musim hujan yang tersisa biasanya petani tidak menunggu waklu lama untuk segera mengolah tanahnya kembali untuk ditanami padi MT kedua. Dalam proses olah tanah dengan traktor sisa-sisa jerami yang masih segar akan tergilas masuk ke dalam tanah yang berair dan minim oksigen. Di sinilah sisa-sisa jerami itu akan dimanfaatkan dan diurai oleh mikroba anaerobik atau fakultatif (BAN), dengan proses reaksinya seperti pada reaksi berikut :
COHNS + BAN ---> CO2 + H2S + NH3 + CH4 + senyawa-senyawa lain + energi
atau
COHNS + BAN + energi ---> C5H7O2 N (sel-sel mikroorganisme baru)
Kedua proses dekomposisi diatas mengungkapkan bahwa aktifitas mikroba di dalam tanah sawah yang anaerob selain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga menghasilkan senyawa-senyawa karbon dioksida (CO2), amonia (NH3), hidrogen sulfida (H2S), dan metana (CH4) serta senyawa lainnya seperti amines. Jika penciuman kita cukup peka keberadaan hidrogen sulfida dan amine akan tercium dari bau lumpur sawah yang anyir atau amis.
Produk-produk yang dihasilkan dari proses dekomposisi anaerobik itulah yang berdampak buruk pagi tanaman padi. Terutama hidrogen sulfida dan metana yang meracuni bagi tanaman. Dan akar adalah yang paling dulu menerima akibatnya. Ketika dekomposisi anaerobik terjadi di tanah-tanah sulfat masam, unsur-unsur hara berupa logam akan menjadi bentuk meracun pula, misalnya Fe menjadi FeS2 atau pirit, bisa menimbulkan dampak yang lebih parah bagi tanaman padi. Sedangkan sebagian unsur-unsur hara lain menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Penambahan unsur N berupa urea lewat pemupukan susulan justru semakin meningkatkan aktivitas mikroba anaerob dan terjadilah peningkatan koloni secara signifikan. Dalam kondisi ini gas amonia (NH3) akan meningkat yang berasal dari konversi N dari urea. Biomassa mikroba yang langsung bersentuhan dengan akar akan ikut mendegradasi akar-akar muda yang belum cukup kuat. Kumpulan mikroba berupa bakteri yang menempel pada akar terasa licin ketika akar diraba dengan jari dan menyebabkan kulit akar berwarna seperti karat besi serta mudah mengelupas. Kerusakan pada akar akan memutus suplai nutrisi ke bagian atas tanaman seperti batang dan daun, menyebabkan batang dan daun menguning dan mati. Ada dugaan pula jika enzim-enzim pengurai yang dihasilkan oleh mikroba ikut terbawa masuk ke dalam jaringan dan mendekomposisi jaringan yang masih sehat.
Asem-aseman teratasi dengan aplikasi POC ORBIOS dan kalium silika INTERSIL (lahan kiri)
Mencegah asam-asaman :
Gejala asam-asaman sebenarnya sangat mungkin untuk dicegah dengan beberapa cara, yaitu :
- mendekomposisi sisa-sisa jerami terlebih dahulu sebelum memasukkannya kembali ke dalam tanah. Bisa dilakukan dengan bantuan aplikasi dekomposer dan memberikan waktu yang cukup bagi sisa-sisa jerami agar mengalami pembusukan aerob sebelum olah tanah.
- Pengapuran lahan dengan dolomit sebelum tanam untuk menetralisir pH tanah yang asam dan mengikat logam-logam terlarut.
- Memilih varitas-varitas padi yang tahan atau toleran terhadap tanah-tanah masam. Varitas-varitas tahan biasanya yang umum ditanam di lahan pasang surut dan lahan rawa-rawa.
Pada musim tanam padi pertama hampir tidak pernah ditemui masalah asam-asaman ini karena sisa-sisa jerami di sawah sudah cukup terdekomposisi dengan baik selama sawah bero (saat kemarau). Kalaupun sebelumnya lahan ditanami dengan tanaman-tanaman palawija itu pun cukup untuk mendekomposisi sisa jerami yang telah kering pada kondisi tanah cukup oksigen. Jerami kering lebih cepat terdekomposisi daripada jerami segar. Inilah sebabnya kenapa asam-asaman tidak terjadi pada musim tanam pertama.
Mengatasi asam-asaman :
Sedangkan untuk mengatasi kasus asam-asaman yang sudah terjadi di lahan kita, berikut beberapa metode yang sudah sering dilakukan oleh petani dan memberikan hasil positif.
- Untuk sementara tunda dulu pemberian pupuk susulan.
- Usahakan bisa mengurangi ketinggian air sawah sehingga tidak tergenang (bahasa Jawa : nyemek-nyemek).
- Dalam kondisi tanah tidak tergenang taburkan dolomit dengan jumlah menyesuaikan rekomendasi setempat (berbeda untuk tiap jenis tanah), sebaiknya minta informasi kepada petugas penyuluh pertanian setempat.
- Semprotkan ORBIOS secara tunggal (tidak dicampur aplikasi bahan lain) dengan dosis 2 ml per liter air, utamakan penyemprotan mengenai pangkal atau bagian bawah batang. Untuk hasil yang lebih bagus ulangi 3 – 5 hari kemudian.
- Jika sudah muncul tunas-tunas baru dan gejala asam-asaman telah berhenti / tidak bertambah, silahkan cek kondisi akar. Apabila sudah mulai tumbuh serabut akar baru berwarna putih maka pemupukan susulan sudah boleh dilanjutkan.
Penaburan dolomit tujuannya untuk meningkatkan pH tanah dan mereduksi terbentuknya gas-gas hidrogen sulfida.
Perkembangan setelah 4 kali aplikasi POC ORBIOS dan kalium silika INTERSIL
ORBIOS mengandung enzim-enzim metabolit yang meningkatkan aktivitas metabolisme tanaman. Metabolisme tersebut menggiatkan pembentukan sel-sel baru yang akan meregenerasi sel-sel tanaman padi yang telah rusak atau terganggu. Hasilnya adalah percepatan pertumbuhan tunas dan akar-akar baru menggantikan tunas dan akar yang bermasalah. Di sisi lain meningkatnya proses metabolisme menyebabkan aktivitas sekresi juga meningkat. Sekresi akar adalah pengeluaran senyawa-senyawa organik sisa-sisa metabolisme yang tidak terpakai melalui akar yang materialnya disebut eksudat. Eksudat akar ini bisa mengandung senyawa organik sisa yang bermanfaat bagi mikroba rhizosfer, bisa pula mengandung fitoaleksin atau semacam senyawa antibiotik alami sebagai respon terhadap serangan organisme patogen, bisa pula berupa senyawa-senyawa yang mengandung anion yang digunakan sebagai “mata uang” pertukaran kation hara dari tanah. Pada kondisi lain eksudat juga bisa mengandung alelopati, yaitu senyawa organik yang menghambat pertumbuhan tanaman lain yang dianggap sebagai kompetitor, seperti yang dikeluarkan oleh gulma untuk menghambat tanaman pokok (hal ini akan kita bahas pada bagian lain).
Mekanisme regenerasi jaringan sel-sel dan eksudasi akar dengan aplikasi ORBIOS inilah yang berperan dalam menanggulangi dampak gejala asam-asaman pada tanaman padi.
"Dengan hanya bekerja keras saja belumlah cukup untuk mencapai sukses. Maka lengkapilah dengan bekerja cerdas. Selamat beraktivitas."
KATEGORI : |
---|
Wawasan & Edukasi |
Teknik Budidaya |
Kendala & Solusi |
Inspirasi & Rujukan |
ARSIP : |
---|
Desember 2018 |
Maret 2019 |
Januari 2020 |
Mei 2021 |
Desember 2022 |
PRODUK TERKAIT : |
---|
Tags : |
padi, asam-asaman, |
---|